Duduk di Creative Workshop with Lala Bohang
Saya beri tahu, mencoba hal-hal baru adalah hal yang menyenangkan.
Saya menghadiri ASEAN Literary Festival (lagi-lagi) di hari kedua, semalam. Acaranya diadakan di Kota Tua mulai dari 4 Agustus 2017 sampai beberapa hari ke depan. Kedatangan saya ke acara ini bukan hanya karena saya penasaran dengan event tingkat ASEAN ini yang tidak setiap tahunnya dilakukan di Indonesia. Dan beruntungnya tahun ini dilaksanakan di Jakarta.
Untuk lebih memenuhi rasa penasaran saya, akhirnya selain datang dan melihat keadaan di Kota Tua, saya bergabung dalam Creative Workshop bersama Lala Bohang. Sekedar informasi, Lala Bohang adalah penulis buku sekaligus ilustrator untuk bukunya sendiri (The Book of Forbidden Feelings dan The Invisible Question) di bawah naungan Gramedia Pustaka Utama.
Mengapa ini menarik bagi saya? Karena di dalamnya ada menggambar dan menulis. Dua hal yang tidak bisa terlepas untuk saya pribadi.
Akhirnya saya bergabung sore itu. Meski datang terlambat dan melewatkan sedikit materi tapi saya tidak menyesal untuk berlelah-lelah sampai ke lokasi. Acaranya berlangsung selama dua jam. Selama sekitar 45 menit, Lala Bohang menyampaikan materinya tentang menulis, mencari ide, dan melawan kemalasan demi kemalasan yang selama ini menghambat pekerjaan. Kami juga diajak bermeditasi selama 10 menit. Awalnya bagi saya meditasi terasa asing tapi setelah 10 menit berlalu, it works. Pikiran ternyata lebih segar setelah melepas hal-hal mengganjal lewat meditasi singkat.
Aktivitas workshop dilanjutkan dengan menulis cepat tentang apa pun tanpa perlu berpikir terlalu rumit. Saya tahu tulisan yang saya buat akan jadi tulisan terburuk tapi itu tidak masalah karena menurut penjelasannya, ini hanya serangkaian pemanasan. Lalu, setelah mulai panas, kami 'bermain' menulis estafet. Setiap orang memiliki waktu 40 detik untuk menuliskan apa pun yang dia mau (entah sesuai atau tidak dengan kalimat sebelumya). Terakhir, hasil tulisan estafet kami dibacakan oleh Lala Bohang dan sungguh membuat semuanya tertawa. Ternyata, setiap kalimat yang berasal dari satu orang mempunyai rasa yang berbeda.
Terakhir, kami diajak untuk membuat 'buku kami masing-masing'. Panitia sudah menyiapkan berbagai alat gambar dan alat untuk mengkolase ilustrasi karya Lala Bohang. Kami diberi kebebasan untuk menulis apa pun sampai salah satu dari kami membacakan karyanya.
Dua jam rasanya terlalu singkat. Jujur saja, saya merasa saya lupa denga dunia di luar Batavia Market sore itu saking terlarutnya dengan 'pekerjaan' kami. Saya baru benar-benar sadar kalau setiap tulisan dan gambar seseorang punya makna dan rasa yang ingin mereka ungkapkan.
Foto dari GPU
Dalam sebuah karya,
rasa memang selalu dimulai dari diri pemiliknya,
tapi kemudian akan menjadi milik orang lain.
Comments
Post a Comment